Oleh: Dr. Saruhum Rambe, S.Sos., M.Si.
Ijazah adalah dokumen yang diberikan kepada seseorang sebagai tanda ia telah menyelesaikan proses pendidikannya di sekolah formal.
Di atas contoh kalimat informatif yang tidak penting dan tidak berenergi. Tidak penting karena secara umum publik sudah tahu, dan tidak berenergi karena tidak memberikan efek kejut. Bandingkan dengan kalimat yang sering diulang-ulang oleh Rocky Gerung : “Ijazah adalah tanda seseorang pernah sekolah, bukan sebagai tanda pernah berpikir!”.
Penting atau tidak pentingnya informasi juga berkaitan dengan ketokohan. Dalam konteks inilah drama Ijazah wapres dan dugaan ijazah palsu mantan presiden menjadi penting. Terlepas apa motif yang mengekspose dan mempermasalahkannya : politik, ekonomi atau semata mengungkap kebenaran. Hal yang pasti ijazah menjadi salah satu syarat formal bagi kedua tokoh ini berada di posisi sangat penting di negeri ini.
Jika pada akhirnya terbukti palsu, pencapaian luar biasa dari keluarga dengan berbagai strategi yang digunakan bisa dipahami menggunakan teori akses. Teori ini awalnya dibangun dalam menjelaskan penguasaan sumberdaya alam sebagai perluasan dari teori kepemilikan. Ada yang melihatnya sebagai antitesis dari teori kepemilikan. Jika teori kepemilikan, seseorang memperoleh keuntungan atas sumberdaya didasarkan atas hak dan legalitas yang dimilikinya atas sumberdaya , sementara dalam teori akses, seseorang memperoleh keuntungan didasarkan atas kemampuan terlepas ia berhak atau tidak, diperoleh secara legal maupun illegal. Kemampuan itu didukung oleh sekumpulan akses yang dimilikinya seperti otoritas, modal, jaringan, pengetahuan, dan teknologi. Seseorang yang di dirinya berkumpul sebagian besar dari komponen akses tersebut maka kemampuannya untuk memperoleh keuntungan dari sesuatu akan semakin besar.
Jika seseorang tersebut adalah Presiden Jokowi maka kalimat yang tepat adalah “Lengkap kau Bang!!”.
***
Jokowi mengawali karier politiknya melalui efek cinderella. Tukang kayu yang menjadi walikota, gubernur DKI hingga menjadi presiden dua periode dalam proses yang cepat. Ia hanya butuh 2,5 tahun menjadi walikota untuk naik kelas menjadi gubernur di ibukota negara, dan 2 tahun menjadi gubernur lalu terpilih menjadi presiden. Setelah duduk di singgasana puncak terpaksa turun karena tidak berhasil merubah konstitusi untuk dirinya dan berhasil untuk anaknya melalui keputusan mahkamah konstitusi. Kini keduanya digugat terkait ijazah sebagai syarat legal untuk mendaftar sebagai pejabat publik.
Saat menjadi walikota, Jokowi dielu-elukan atas pendekatannya yang humanis dalam relokasi pasar di Solo. Saya yang di saat yang hampir bersamaan menjadi bagian dari fasilitator pemberdayaan pasar di Bengkulu. Jokowi menjadi role model bagaimana harusnya melakukan pendekatan dalam relokasi pasar. Ia menjadi sangat populer yang popueritasnya bergaung secara nasional. Belakangan terungkap bahwa relokasi yang dilaksanakan tidak semulus yang digambarkan. Informasi yang disebarkan dikemas sedemikian rupa yang tidak sesuai dengan kenyataannya.
Ketika dicalonkan menjadi gubernur DKI, Jokowi datang dengan gagasan mobil nasional buatan anak SMK sehingga mobil tersebut dibranding dengan nama Esemka. Secara pabrikan akan diproduksi oleh PT Solo Manufaktur Kreasi (SMK). Bagian dari promosi dirinya, ia ditampilkan mengendarai sendiri mobil esemka dari Solo ke Jakarta. Belakangan ada yang mengungkap fakta bahwa itu kamuflase hanya mengendarainya di depan kamera ketika keberangkatan di Solo dan tiba di Jakarta. Selebihnya ia naik pesawat.
Ketika ia akhirnya terpilih menjadi gubernur, mobil nasional esemka masih jadi jualannya dengan pernyataan bahwa mobil esemka kebanjiran pesanaan. “Belum produksaja sudah ada 4 ribuan pesanan”, katanya untuk menunjukkan antusiasnya konsumen menyambut mobil esemka tersebut. Di samping itu, Jokowi sudah punya mainan lain yang mempesona massa yakni masuk ke gorong-gorong dan blusukan yang mendapat sorotan luas dari media. Ia tampil menjadi media darling, yang apapun aktivitasnya selalu dinanti dan diburu oleh media.
Media massa sudah membaca ambisinya untuk menjadi presiden. Jawaban Jokowi ketika itu, “Saya nggak mikir”. Akhirnya ia terpilih jadi presiden yang diusung oleh PDIP dengan salah satu gagasan yang memukau adalah “Revolusi Mental “. Kata-kata ini sempat membahana selayaknya kata sakti yang terpampang di spanduk dan baliho. Namun, seiring waktu Jokowi tidak.lagi masuk ke gorong-gorong, dan blusukan. Mobil Esemka dan Revolusi Mental juga tak pernah diucapkannya lagi..
Ia punya strategi baru untuk melanjutkan kekuasaannya dengan memainkan isu kebhinekaan, menjadikan aparat sebagai alat politik, memainkan bansos serta memobilisasi buzzer yang terorganisir. Narasi pemecah belah bertaburan di media massa. Ia pun sukses terpilih kembali.
Kekuasaan itu nikmat yang membuat sensasi kecanduan. Ia membangun politik dinasti yang disokong oleh oligarkhi, politisi dan buzzer. Ia menyokong dengan kuat anak dan menantunya di panggung kekuasaan dengan menghalalkan segala cara termasuk mengubah konstitusi. Dalam posisi sebagai mantan tetap tak rela kehilangan pengaruh politiknya. Pernyataan terbarunya : “Siap menggerakkan relawan mendukung Prabowo-Gibran dua periode!”. Belum satu tahun rezim ini, Jokowi sudah bicara kontestasi di 2029. “Pukimak kali memang, dan faktanya ia satu-satunya dalam sejarah dunia “tukang” kayu yang berhasil menjadi presiden dua periode, dan sekaligus memberi jalan bagi anak dan menantunya wakil presiden dan gubernur!!”. Saya menyaksikan semakin banyak orang mengikuti jalannya. #
Sumber foto : Internet

