spot_img
spot_img
BerandaBUDAYASetepak Sirih Sejuta Pesan

Setepak Sirih Sejuta Pesan

Oleh: Dr. Saruhum Rambe, S.Sos., M.Si.

“Setepak sirih sejuta pesan”. Kalimat itu adalah kiasan simbolis dalam budaya melayu dari tepak yang kaya makna. Benda kebudayaan ini pasti ada dalam setiap acara adat Melayu menjadi kelengkapan upacara yang sangat penting. Benda yang melambangkan penghormatan atas tamu dan tanda pembuka dimulainya upacara adat.

Di salah satu tempat strategis di Kota Medan, terdapat replika tepak. Tepatnya di bundaran di depan Hotel Pardede Kelurahan Kampung Aur Kecamatan Medan Polonia. Tepak itu menjadi bangunan utama di taman yang tidak terlalu luas.

Ada beberapa bangunan di Kota Medan yang bercirikan Melayu di luar yang ikonik seperti Istana Maimun, Mesjid Raya dan Mesjid Lama Gang Bengkok. Satu di antaranya gedung Astaka yang dikelola oleh Dinas Pemuda dan Olahraga Sumut. Beberapa bangunan lainnya, hanya dicirikan dari kombinasi warna dan sedikit ornamen. Under pass Titi Kuning sempat memicu polemik ketika bangunan tersebut hanya dipenuhi oleh ornamen Batak (Toba). Belakangan di beberapa bagiannya ditambahkan ciri Melayu.

Polemik yang sama pernah terjadi ketika Taman Hutan Rakyat (Tahura) yang berada di Kabupatej Karo diberikan nama Sisingamangaraja. Penamaan tersebut ditolak oleh Komunitas Karo karena dianggap mencirikan Toba. Akhirnya penamaan tersebut dibatalkan. Hal yang sama pernah terjadi pada Gapura Polres Batubara yang dibangun dengan ornamen Toba, akhirnya diganti dengan ciri yang lebih bersifat nasional.

Kontestasi identitas merupakan ciri dari Sumatera Utara yang multikultural. Kota Medan menjadi display keberagaman tersebut. Kontestasi ini berkelindan dengan dengan ekonomi dan politik, yang berpotensi terjadinya konflik. Banyak yang menyebut bahwa keberagaman di Kota Medan sebagai kekuatan, tetapi tidak mengurangi pentingnya bahwa keberagaman tersebut perlu dirawat. Strategi yang selama ini untuk menghindari polemik adalah meniadakan ciri etnis dengan penamaan yang bersifat nasional. Penamaan Bandara Kualanamu bisa dipahami dalam konteks menghindari polemik jika digunakan dengan nama lain yang bisa dibaca condong ke etnis tertentu.

Melayu sebagai identitas pembentuk utama “Tanah Deli” memiliki keunggulan dari etnis lainnya untuk menempatkan diri sebagai perekat. Ruang publik seperti taman bisa dijadikan display keberagaman yang menampilkan simbol berbagai kelompok etnis secara berimbang. Sehingga Kota Medan yang menjadi display keberagaman Sumatera Utara bisa tampak cirinya dalam berbagai wujud kebudayaan material.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Must Read

Related News